
Oleh: Suparman, Editor Tumbuh Media.
Indonesia adalah suatu negara yang sangat strategis dengan wilayah terbentang sepanjang 3.977 mil di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Luas daratan Indonesia adalah 1.922.570 km² dan luas perairannya 3.257.483 km². Selain itu, Negara Republik Indonesia (NRI) yang terpanjang pantai kedua di dunia setelah Kanada, terdiri dari 5 pulau besar, yaitu: Jawa dengan luas 132.107 km², Sumatera dengan luas 473.606 km², Kalimantan dengan luas 539.460 km², Sulawesi dengan luas 189.216 km², dan Papua dengan luas 421.981 km². Dengan demikian menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara maritim, melainkan juga negara agraris apabila dilihat dari sisi sejarah, geografis, dan demografis.
Disisi lain, Indonesia merupakan warisan dari kerajaan-kerajaaan Nusantara, seperti Majapahit, Sriwijaya, Demak, dan Kutai, yang dimana menjadikan kerajaannya sebagai negara maritim dengan bukti otentik Abad ke-1 kapal dagang telah berlayar jauh, bahkan sampai ke Afrika.
Bung karno mengatakan, “Untuk menjadi bangsa yang kuat dan sejahtera, kita harus menjadi bangsa bahari “. Tidak hanya itu, Bung Karno membacakan puisi tentang kejayaan bangsa pelaut dalam pidato peresmian Institutit Angkatan Laut (IAL) pada Tahun 1953, yang berjudul “Jadilah Bangsa Pelaut”, dengan bunyinya: “Usahalah agar kita menjadi bangsa pelaut kembali yang mempunyai armada militer. Bangsa pelaut yang kesibukannya dilaut menandingi irama gelombang laut itu sendiri”.
Apabila Indonesia ingin menjadi negara maritim dan poros maritim dunia dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia, maka pemerintah seharusnya melahirkan kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada kemaritiman.
Fakta objektif menunjukkan bahwa Indonesia berasal dari sosio-struktural, sosial-kultural dan sosio–geografis maritim. Jika segi sosio-geografis telah sudah memenuhi standar, tetapi juga dari segi sosio-struktural dan sosia-kultural, seperti budaya, ekomoni, sosial, ketahanan dan keamanan yang diperhitungkan dalam standar sebagai Negara Maritim. Apabila syarat-syarat sosio-struktural namun sosia-kultural belum mencapai standar, maka diperlukan sosialisasi dan evaluasi sehingga dapat secepatnya menempatkan diri sebagai negara maritim dan poros maritim dunia yang sesuai dengan standar sosio-geografis, sosio-struktural dan sosio-kultural kemaritiman dalam bentuk kebijakan Negara.
Jikalau ingin menjadi negara maritim dan poros maritim dunia, ada beberapa hal yang diperhatikan, yaitu: Pertama, paradigma masyarakat, masyarakat harus berpikir sebagai masyarakat maritim, misalnya: berpikir wawasan Nusantara. Kedua, sistem manajemen, masyarakat harus bisa manajemen dan menguasai sistem informasi manajemen agar masyarakat bisa berbisnis hasil maritim bersifat regional dan internasional. Ketiga, infrastruktur dan kondisi fisik, negara harus menyiapkan fasilitas sebagai titik pusat pelayaran dan perdagangan, ditambah pelabuhan-pelabuhan sebagai penunjang. Keempat, kepemimpinan, pemimpin yang memahami tentang realitas sosial dan geografis Nusantara.
Apabila keempat hal tersebut terpenuhi dan saling mendukung, maka Indonesia akan benar-benar menjadi negara maritim dan poros maritim dunia yang diharapkan kita bersama berdasarkan sosio-struktural, sosial-kultural dan sosial-geografis kemaritiman dan dapat membangun Indonesia sebagai Negara Maritim dan Poros Maritim dunia dengan “Konsep Trisakti”. Demikian ini harus didukung oleh ideologi, strategis, taktis dan teknis dalam menjalankan visi – misi kemaritiman, ditambah masyarakat yang turut partisipasi dalam menjadikan Indonesia sebagai Negara maritim sekaligus poros maritim dunia, karena masyarakat faktor merupakan fundamental dalam pelaksana sekaligus kekuataan internal dalam proses kemaritiman.