Oleh: Muhammad Arif, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang.

Petani terancam punah? Demikian ini bukan lagi permasalahan tanpa data. Menurut Bappenas, Indonesia akan mengalami kepunahan petani pada Tahun 2036. Hal ini diakibatkan kurangnya minat generasi muda yang mau menjadi petani, sehingga rata-rata usia petani di Indonesia mayoritasnya berumur 45 tahun ke atas.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018, menunjukan bahwa jumlah petani dengan umur > 25 Tahun 273,839 orang, umur 25-34 Tahun dengan jumlah 2.947,254 orang, umur 35-44 Tahun dengan jumlah 6.689,635 orang, 45-54 Tahun dengan jumlah 7.813,407 orang, umur 55-64 Tahun 6.134,987 orang, terakhir petani dengan umur >65 Tahun dengan jumlah 3.822,995 orang.

Sementara, data BPS per Agustus 2022, dari 135,3 penduduk yang bekerja sekitar 29, 96 % yang bekerja di sektor pertanian. Dapat disimpulkan bahwa usia produktif yang menjadi petani di Indonesia semakin menipis. Mereka lebih tertarik bekerja pada non-pertanian, hal ini tidak lain dan tidak bukan akibat dari kurangnya dukungan pemerintah pada sektor pertanian tersebut. Jika sektor pertanian menjadi kurang menarik bagi usia produktif, bisa dibenarkan puluhan tahun lagi sektor pertanian Indonesia akan punah.

Sebagai bangsa yang tanahnya subur, seharusnya kita harus segera sadar dan malu dengan kondisi pertanian saat ini. Mengapa sampai ada pihak yang memprediksi petani Indonesia akan punah? Sinyalemen masa depan petani yang suram akan menjadi pekerjaan besar bangsa Indonesia.

Tragisnya lagi, apabila banyak orang yang meninggalkan desa dan lebih memilih tinggal di kota, maka kebutuhan pangan akan lebih banyak di impor dari luar negeri. Desa yang dulunya eksportir pangan akan berubah menjadi importir.

Disis lain, petani dianggap bukan profesi yang menjamin finansial di tengah naiknya harga-harga kebutuhan hidup, apalagi untuk investasi masa depan. Kini, orang lebih memilih bekerja di industri pinggiran kota penyangga. Orang berbondong-bondong meninggalkan ciri agrarisnya. Sebab, mereka (menganggap) tak ada lagi penghidupan layak di dalamnya.

Sesungguhnya, pemerintah tidak bisa cuma sekadar mengimbau dan menyindir, melainkan pemerintah justru harus bertindak. Sebab, krisis petani ini terjadi, karena kebijakan pemerintah sendiri. Jadi, agar petani Indonesia tidak punah, pemerintah harus membuat kebijakan yang melindungi petani Indonesia.

Beberapa kebijakan yang tidak sesuai dengan keberadaan petani Indonesia, di antaranya mematok harga jual produk pertanian, membiarkan pasokan pangan distabilkan oleh impor, dan membiarkan bisnis properti menggunakan lahan produktif.

Generasi muda yang mempunyai pemikiran modern akan bisa fokus berinovasi dan bekerja di sawah apabila mendapat perlindungan dari pemerintah. Perlindungan yang dimaksud terkait dengan hasil produk, pemasaran, dan sumber pembiayaan.

Dengan kata lain, pemerintah mesti dari sekarang menyatakan diri akan mengutamakan produk pangan dalam negeri, melindungi pemasaran produk pertanian dalam negeri, dan memberikan kemudahan pembiayaan bagi bisnis pertanian. Jika tiga hal ini konsisten dilakukan, genenarasi muda akan berbondong-bondong menjadi petani.

Editor: Suparman