Mantan Anggota DPRD NTB Bongkar Dugaan Skandal Bagi-bagi “Uang Siluman”

Mataram (Tumbuh Media) – Mantan Anggota DPRD NTB periode 2019–2024, TGH Najamudin Mustafa, buka suara terkait dugaan praktik “bagi-bagi uang siluman” di tubuh DPRD NTB. Testimoni tokoh asal Lombok Timur ini membuat kasus yang sedang diusut Kejaksaan Tinggi NTB kian terang benderang.

“Semakin banyak yang bicara tentang kasus ini, akan semakin terang siapa yang bermain. Masyarakat berhak tahu bukan hanya asapnya, tapi juga sumber apinya”, kata TGH Najamudin, Jumat (18/7/2025).

Najamudin membeberkan bahwa kasus ini bermula dari pemotongan program Pokir DPRD NTB dalam APBD Tahun 2025 yang terindikasi dilakukan oleh Pemerintah Provinsi NTB melalui Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).

Pemotongan ini dilakukan dengan dalih efisiensi anggaran sesuai intruksi pemerintah pusat. Namun menurut Najamudin, karena Pokir tersebut seluruhnya berupa pekerjaan fisik, maka seharusnya tidak boleh dipotong karena dikecualikan dari kewajiban efisiensi. Kendati begitu, BPKAD bergeming. Program Pokir tersebut tetap dipotong.

Langkah klarifikasi pun dilakukan. Sejumlah anggota DPRD, termasuk Najamudin, menemui Gubernur NTB di ruang kerjanya untuk meminta kejelasan. Namun, Gubernur Iqbal menepis bahwa dirinya berada di balik pemotongan Program Pokir para wakil rakyat, karena hal tersebut sudah sangat teknis. Sebaliknya, jika pun terdapat pemotongan, Gubernur Iqbal menyebut itu adalah kewenangan internal dan diatur pimpinan DPRD NTB.

Berdasarkan hasil pertemuan tersebut, TGH Najamudin menegaskan, dirinya dan semua yang hadir dalam pertemuan tersebut segera tahu, bahwa jawaban yang disampaikan tersebut tidak mencerminkan situasi yang sebenarnya.

“Sebagai pengusaha, sebagai mantan Anggota Badan Anggaran DPRD NTB lima tahun, tentu kami tahu mekanisme”, tandas TGH Najamudin.

Politisi Partai Amanat Nasional ini menegaskan, tidak masuk akal Program Pokir dipotong oleh Pimpinan DPRD kecuali program tersebut masih dalam proses pembahasan anggaran di dewan.

Faktanya, lanjutnya aksi pemotongan tersebut dilakukan setelah Program Pokir tersebut sudah menjadi Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA), yang berarti APBD NTB Tahun Anggaran 2025 sudah ditetapkan DPRD NTB, sudah dievaluasi oleh Kementerian Dalam Negeri, dan sudah dikembalikan ke Pemerintah Provinsi untuk dieksekusi.

“Jadi bentuknya sudah bukan lagi Pokir. Tapi sudah dalam program pembangunan. Ada irigasi, embung rakyat, rabat jalan desa, dan proyek-proyek fisik lainnya yang sangat dibutuhkan masyarakat,” ungkap TGH Najamudin.

Jikalau kasus ini kini terus menggelinding, terus menjadi pergunjingan publik, dan bahkan diusut serius oleh penegak hukum, dirinya menyebutkan bahwa pihaknya telah mengingatkan untuk tidak memaksakan pemotongan tapi rupanya tetap saja dilakukan pemotongan.

Potongan Tak Merata, Kecurigaan Menguat

Menurut Najamudin, potongan anggaran tersebut tidak diberlakukan secara merata. Sebanyak 39 dari 65 anggota DPRD NTB periode 2019–2024 yang tidak terpilih kembali justru mengalami pemotongan paling signifikan. Dari semula mendapat jatah Pokir Rp 4 miliar, hanya terealisasi Rp 1 miliar.

“Ini kezaliman,” ujar Najamudin tegas. “Program Pokir itu dirancang berdasarkan aspirasi masyarakat yang diserap saat mereka masih menjabat. Disusun lewat e-Pokir atas nama mereka, dan ditetapkan dalam APBD NTB Tahun 2025 dalam sidang paripurna DPRD NTB pada 21 Agustus 2024, di saat periode mereka pula”, ujarnya.

Sebaliknya, para anggota dewan baru justru diduga mendapat “jatah tambahan” dari sisa potongan tersebut. Informasi yang beredar menyebut, anggota baru memperoleh alokasi program hingga Rp 2 miliar per orang, bukan dalam bentuk program, melainkan dalam bentuk fee tunai sekitar 15 persen dari total anggaran, atau sekitar Rp 300 juta.

“Rupanya ada beberapa oknum anggota dewan pendatang baru yang diduga mengkoordinir pembagian uang kepada rekan-rekannya sesama anggota dewan baru. Uang yang dibagikan tersebut disinyalir fee dari anggaran program yang akan didapatkan para anggota dewan. Program tersebut diduga berasal dari pemotongan program Pokir Anggota DPRD NTB lama yang tidak terpilih kembali. Seharusnya, Anggota DPRD NTB lama mendapat Program Pokir Rp 4 miliar di APBD NTB Tahun 2025, tetapi dipotong menjadi hanya Rp 1 miliar”, bebernya.

Najamudin menegaskan, seandainya pemotongan Program Pokir ini tidak terjadi, mungkin tidak akan ada kasus hukum yang kini bergulir. Kejaksaan Tinggi NTB sendiri telah menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan, dimana dua Anggota DPRD NTB yakni Hamdan Kasim dan Indra Jaya Usman telah dipanggil untuk memberikan keterangan pada Kamis, 17 Juli 2025 . Namun, keduanya tidak hadir, dengan alasan sedang berada di luar daerah.

“Penelusuran kami bahkan sudah mendapatkan bukti dalam bentuk rekaman. Kami dapat rekaman pembicaraan saat orang-orang ini mengatur hal ini”, kata TGH Najamudin sembari menyebut sejumlah nama.

Inisiatif Perorangan Bukan Pimpinan

Yang mengejutkan, dugaan bagi-bagi uang ‘’siluman’’ di DPRD NTB tersebut murni adalah inisiatif perorangan. Tidak ada kaitannya dengan Pimpinan DPRD NTB.

“Saya yakin, Ibu Ketua DPRD NTB dan pimpinan yang lain tidak terlibat. Pelaku kasus ini main di belakang. Jadi kalau ditanya ketua dan pimpinan, mereka nggak akan tahu ini. Ini murni inisiatif perorangan”, tandas TGH Najamudin.

Dia pun memberikan dukungan penuh agar Kejaksaan Tinggi NTB mengusut kasus ini hingga tuntas. Sebab, kasus ini sudah jadi barang tidak sedap di DPRD NTB. Bahkan ada anggota DPRD NTB pendatang baru yang sudah memberi pengakuan terbuka, jika dirinya ditawari pembagian uang tersebut namun menolak.

“Jadi ini benar-benar (ada indikasi) konspirasi dari mereka-mereka yang bermain. Langkah main potong Pokir tanpa diskusi dan langsung main potong akhirnya merembet ke mana-mana”, tutup TGH Najamudin. (Eks)

One thought on “Mantan Anggota DPRD NTB Bongkar Dugaan Skandal Bagi-bagi “Uang Siluman”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *